For Your Information

Monday, October 1, 2012

Bhagawad Gita (XVIII) Kata Terakhir[6]

51. Penuh dengan pengertian yang bersih, secara tegar mengendalikan dirinya, menjauhi suara dan obyek-obyek sensual (indra-indra dan obyek-obyeknya), melepaskan rasa senang dan rasa benci akan sesuatu.
52. Tinggal di tempat yang sepi dan tenang, memakan secukupnya (sedikit yang diperlukan saja), mengendalikan kata-kata, raga dan pikirannya, selalu terserap di dalam yoga meditasi, berlindung (kepadaNya) tanpa sesuatu keinginan duniawi.
53. Menjauhkan “rasa-kepunyaanku,” kekerasan, kepentingan pribadi, keinginan (dan nafsu), harta-benda; merasa dirinya bukan apa-apa dan bersifat damai — orang semacam ini pantas untuk bersatu dengan Sang Brahman.
Seorang pemuja, untuk mencapai Sang Brahman, harus berjuang melalui berbagai tahap-tahap yang jauh dari sifat-sifat duniawi. Yang pertama adalah sadar akan pengetahuan yang sejati dan pengetahuan ini dicapai melalui karma (tindakan atau perbuatan yang tidak mementingkan diri pribadi. Yang kedua, lain menyusul dedikasi dalam pemujaannya kepada Yang Maha Esa.
Sewaktu mencapai pengetahuan sejati melalui tindakan atau perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri, maka sang pemuja Yang Maha Esa ini mengalami berbagai hal seperti berikut:
a. Timbul dalam dirinya suatu pengertian yang bersih, suci dan murni, dan bangkit juga tekadnya akan hal-hal yang bersih, suci dan murni, yang lepas dari ilusi-ilusi duniawi; dan sang pemuja ini sadar bahwa raganya lain dengan Yang menumpang raganya, yaitu Sang Atman.
b. la menjauhi semua kenikmatan-kenikmatan sensual atau indra-indranya seperti menjauhi suara-suara yang berisik, yang penuh polusi dan rangsangan sensual, dan lain sebagainya yang menyebabkan gangguan pada jiwa; juga menjauhi melihat dan menyentuh hal-hal yang negatif baginya.
c. la akan mampu mengendalikan dirinya dan berada di atas sifat-sifat dualislik yang saling bertentangan seperti suka-duka, cinta-benci, panas-dingin, dan seterusnya.
d. la akan menyenangi tempat yang sepi dan tenang.
e. Makan-minumnya, tidur dan bicaranya akan secukupnya saja, amat bersahaja dan sattvik sifatnya. Baginya sedikit tetapi mencukupi sudah amat baik baginya.
f. la terkendali dalam kebutuhan dan gerak-gerik tubuhnya, pikirannya dan pembicaraannya.
g. la selalu terserap dalam meditasi, demi Kebenaran Yang Sejati, demi Yang Maha Esa.
h. Jauh dari rasa keinginan-keinginan duniawi, dari nafsu dan mengarah kepada hal-hal yang tidak bersifat duniawi atau keterikatan (vairagya).
i. Jauh dari ambisi, rasa memiliki atau “aku,” kepalsuan, kekerasan, kesombongan, ego, nafsu, dan rasa marah.
j. Selalu bersikap damai, penuh dengan ketenangan jiwa, sopan-santun, budi baik, penuh simpati kepada sesama makhluk, penolong dan tidak serakah.
54. Menyatu dengan Sang Brahman, jiwanya tenang, ia tidak bersedih, atau bernafsu. Memandang setiap benda dan makhluk sama rata, ia mencapai dedikasi nan agung di dalamKu.
Seorang pemuja Yang Maha Esa yang telah menyatu akhirnya dengan Sang Brahman, tak akan pernah bersedih untuk apapun juga dan tak pernah bernafsu untuk hal-hal yang bersifat duniawi maupun yang bersifat spiritual demi kebutuhan-kebutuhan egonya. Raga, jiwa dan batinnya telah berubah suci, bersih dan murni, dan ia telah lepas dari semua karma-karmanya. la bahagia dengan dirinya sendiri. la melihat secara sama-rata pada setiap benda dan makhluk. la mencintai Yang Maha Esa dengan penuh bakti, kasih yang tulus dan dedikasi yang murni. Bagi Yang Maha Esa, Sang Kreshna, pemuja semacam ini adalah agung dan merupakan Sang Atman sendiri secara keseluruhan. Dan bakti pemuja ini dianggap berada di atas semua sifat-sifat alam (guna-guna) Sang Maya (Prakriti), di atas semua bentuk karma.
Bakti pemuja semacam ini sesungguhnya mulai setelah ia menyadari atau mendapatkan penerangan Ilahi. Begitu bergabung dengan penerangan yang dikaruniakan Yang Maha Esa, maka tindak-tanduknya, intuisi, maupun pemikiran dan pemujaannya akan sinkron dan selaras dengan kehendak Yang Maha Esa (Sang Atman), pemujaannya akan penuh dedikasi yang tulus dan murni, secara sejati ia akan memuja Yang Maha Esa.
55. Dengan dedikasi dan kesetiaan ia mengenalKu, (menyadari) apa kemampuanKu dan apa Aku ini dalam arti yang sejati, kemudian setelah mengenalKu secara sejati, maka berlanjutlah ia memasuki Itu, Yang Maha Agung.
Untuk mencapai atau memasuki Sang Brahman adalah dengan mencintai dan mengasihi Sang Kreshna setulus-tulusnya. Untuk mencintai Sang Kreshna adalah dengan mengenal Sang Kreshna dulu, mengenal betapa menakjubkan Ia, apa saja bentuk sejati dari sifat-sifatNya, keajaiban-keajaibanNya, mukjizat-mukjizatNya dan kegaibanNya, keagungan dan kebesaranNya. Untuk mengetahui ini semua adalah dengan memasuki kehidupanNya. Dan seseorang bekerja dan bertindak bukan untuk dirinya lagi, tetapi hanya demi Ia semata. Jadi dengan kata lain, klimaks dari kesadaran akan kasih itu sebenarnya terletak pada bhakti (bakti) dan prema (kasih-Ilahi). Memasuki atau menyatu dengan Yang Maha Esa bukan berarti “menyia-nyiakan diri kita,” tetapi lebih berarti bahwa Sang Jiwa kita harus dilepaskan dari ikatan-ikatan duniawinya, kemudian akan terbukalah tabir yang selama ini menutupi jiwa kita, dan terlihatlah sifat gaib Yang Maha Esa dalam diri kita, yang sebenarnya adalah duplikat atau rupa dari Yang Maha Suci dan Agung, Sang Kreshna Yang Sejati; Menyatu atau masuk ke dalamNya berarti menjadi gambaranNya, menjadi seperti Sang Kreshna. Dan karena Sang Kreshna, Yang Maha Esa, itu kasih adanya, maka menyatu denganNya berarti mencintai dengan kasih Yang Tak Kunjung Habis secara konstan dan abadi, selama-lamanya, kepadaNya dan sesama makhluk dan manusia di alam semesta ini. Bayangkan seperti apakah kasih ini: di luar kata-kata untuk menggambarkan kebesaran dan keagunganNya, di luar batas-batas khayalan manusia awam!
Mencintai Sang Kreshna adalah dengan (sekali lagi!) mengenalNya, mengenal sifat-sifatNya yang paling dalam mengenal kebenaran apa saja Ia ini sebenarnya. Melalui pengetahuan kasih ini, Sang Jiwa kita akan memasukiNya. Dan dengan dedikasi yang disertai dengan kasih yang tulus dan sejati, maka Sang Jiwa akan tinggal di dalam Sang Kreshna sampai saat ajal datang menjemput, kemudian secara abadi ia larut dan bersatu tinggal di dalam Yang Maha Esa (setelah kematian pemuja yang tulus ini).
56. Melakukan semua tindakan secara konstan, apapun jenis tindakan ini, berlindung kepadaKu, dengan karuniaKu, ia akan mencapai tempat nan abadi, yang tak pernah binasa.
Dalam sloka ini Sang Kreshna menggabungkan seluruh doktrin atau ajaran-ajaranNya yang terdiri dari unsur-unsur karma, gnana dan bhakti. Seorang pemuja Sang Kreshna yang sejati tidak perlu malu-malu untuk ber-karma. la dapat melakukan pekerjaan apa saja yang positif tentunya, selama itu disertai oleh rasa bhakti yang tulus. Dan karunia Yang Maha Esa akan memutuskan seluruh ikatan-ikatan karmanya. Seseorang yang secara sejati telah bersandar kepada Sang Kreshna, Yang Maha Esa, walau ia bertindak apa saja, apapun yang dilakukannya walau mungkin terkesan salah bagi sebagian orang, sebenarnya hasil atau buah dari perbuatan itu sudah diambil dan dinetralisir oleh Yang Maha Kuasa. Pemuja ini sebenarnya sudah bersandar total kepadaNya, dan hanya hidup dan bekerja atas karuniaNya yang sejati. Ada tiga pemikiran yang dapat disimpulkan dari sloka-sloka di atas, yaitu:
a. Sang Jiwa dituntun ke arah gnana (pcngetahuan atau kesadaran) oleh tindakan-tindakan yang tanpa pamrih, atau yang telah dipasrahkan secara total kepada Yang Maha Esa.
b. Sarnagati, yaitu bersandar pada Yang Maha Kuasa, (walaupun mungkin dengan motif-motif yang penuh dengan maksud-maksud pribadi), mendedikasikan berbagai kewajiban-kewajiban kepadaNya.
c. Prema-bhakti, yaitu melalui cinta atau kasih yang agung dan suci.
57. Menyerahkan dalam pikiran semua tindakan kepadaKu, memandangKu sebagai Yang Maha Agung, berlindung dalam buddhi-yoga, yoga kebijaksanaan yang dapat membedakan, maka pusatkanlah pikiranmu senantiasa kepadaKu.
Di sloka ini Sang Kreshna bersabda agar secara mental Arjuna mcnyerahkan atau memasrahkan semua tindakan-tindakannya kepada Yang Maha Esa dari lubuk hati dan jiwanya secara tulus dan sejati.
Yang dimaksud di sini amat penting, yaitu menjadikan diri kita tidak lain dan tidak bukan semacam wakil atau utusan dari Yang Maha Esa Itu sendiri, yang ditugaskan bekerja dan beribadah kepadaNya di bumi ini, sesuai dengan kehendakNya, dan senantiasalah berpikir akan Yang Maha Esa dan memohon petunjuk-petunjuk dan tuntunan-tuntunanNya. Kemudian secara tulus memasrahkan secara total semua perbuatan itu dan hasil-hasilnya kepada Yang Maha Esa: terjadilah kehendakNya.
Dan janganlah ini disertai dengan pamrih atau pemikiran akan imbalan sedikitpun, sekecil apapun, janganlah terlintas pikiran akan pamrih ini! Dengan belajar, berusaha dan mempraktekkan tahap demi tahap, langkah demi langkah buddhi-yoga sebagai dasar dari semua yoga-yoga lainnya, seseorang harus hidup di dunia ini dengan segala kewajiban-kcwajibannya, dengan segala efek dan aspek dari kewajiban, perbuatan, pekerjaan dan aksi ini, bukannya melarikan diri dari semua aspek kehidupan yang kita hadapi ini dengan berbagai alasan, misalnya berdosa atau sukar melakukan sesuatu. Semua alasan-alasan yang dicari untuk menghindar dari aksi-aksi yang positif dan sesuai dengan kewajiban adalah kebodohan yang amat sangat. Bekerjalah, berbuatlah, berkarmalah, beraksilah, semuanya dengan dasar kewajiban kita, memakai istilah agama Islam, berdasarkan ibadah kita kepada Yang Maha Kuasa, dan serahkan hasilnya secara total dan murni kepadaNya semata. Dengan demikian bersihlah karma kita dari ikatan-ikatan duniawi ini. Sekali lagi, bersatulah dengan Yang Maha Esa dalam tekad, iman, jiwa dan kesadaran!
58. Berpikir akan Aku, maka dikau akan mengatasi semua rintangan-rintangan dengan karuniaKu. Tetapi kalau terdorong rasa egoisme dikau tak mau mendengarkan Aku, maka dikau akan binasa.
Sang Jiwa harus bermeditasi kepada Sang Kreshna dan melupakan pikiran akan kepentingan diri-pribadinya sendiri. Seseorang yang telah membunuh rasa egonya, akan mendapatkan bimbingan Sang Kreshna ke arah sukses spiritual. Tetapi seseorang yang karena hanya mementingkan egonya dan tak mau acuh kepada ajaran-ajaran Sang Kreshna akan binasa. Jadi tinggal memilih sendiri keselamatan atau kehancuran. Kalau kita menginginkan kehancuran maka percayalah diri-sendiri dan ikutilah segala kemauan diri ini. Kita bisa saja menentang yang Maha Esa, tetapi tidak mungkin menentang kehendakNya. Sekali menentangNya, maka jatuh, hancur dan binasalah kita, dalam arti masuk ke dalam lingkaran setan kelahiran dan kematian yang seakan-akan tidak ada habis-habisnya.
Seandainya secara salah kita mengidentifikasi diri kita dengan badan dan pikiran kita, dan hanya tergantung pada “ego” kita, (dan berpikir bahwa kitalah pelaku setiap tindakan) atau pun yang ada disekitar kita berdasarkan ego kita pribadi, maka kita pasti akan jatuh. Dengan demikian kita akan jauh dari Yang Maha Esa, kalau kita makin jauh maka kita akan bertambah kotor dan penuh dengan polusi duniawi, dan hancurlah kita kemudian jadinya. Biasanya rasa kesombongan, ego dan kebesaran kita akan diri kita ini akan hancur dahulu sebelum kita sendiri kemudian menyusul hancur. Tetapi bergandengan tangan dengan Sang Kreshna Yang Maha Pengasih dan Penyayang, maka tujuan dan sukses pasti akan tercapai. Dengan kata lain, kejatuhan sang jiwa kita adalah karena tidak patuhnya, karena pertentangan kita dengan kehendakNya. Dalam perjalanan atau evolusi hidupnya Sang Jiwa ini lalu menjadi cacat dan cemar, dan inilah yang disebut kehancuran dan kejatuhan Sang Jiwa ini ke dalam kegelapan.
59. Kalau bertahan dalam egoisme, dikau berpikir, “Aku tak akan berperang,” maka ketahuilah bahwa keputusanmu itu sia-sia saja. Alam (pembawaan dan takdir) akan memaksamu untuk bertindak!
60. Oh Arjuna, terikat oleh tindakan-tindakanmu sendiri, lahir dari sifatmu sendiri. Hal-hal yang karena kekurang-sadaranmu tidak ingin kau lakukan, tanpa daya akan kau lakukan juga.

Seandainya Arjuna yang berstatus kshatriya ini tidak ingin berperang karena rasa egonya yang salah tidak menginginkan ia berperang. Tetapi tanpa akan disadarinya segala naluri alaminya, sifat dan pembawaannya beserta takdir yang sudah digariskan Yang Maha Kuasa akan memaksanya untuk bertindak dan berperang demi kelangsungan hidupnya atau demi alasan-alasan lainnya. Semua tindakan ini sebenarnya berdasarkan akan karma-karma yang kita buat sendiri pada kelahiran-kelahiran yang lalu. Jalan yang paling benar secara spiritual dan kejiwaan adalah dengan mempersembahkan secara tulus dan penuh kesadaran jivva-raga kita kembali kepada Yang Maha Esa. Lalu karma-karma kita secara tahap demi tahap akan menyesuaikan diri dan berubah karakternya menjadi penuh dengan dedikasi dan kesetiaan demi Yang Maha Kuasa.
Bahkan seorang yogipun tak akan bisa berubah sekaligus, semua atau setiap orang harus melalui tahap penyerahan total kepadaNya dulu. Ada suatu hal yang tak dapat kita perkirakan, yaitu episode-episode yang akan terjadi dalam perjalanan hidup kita ini, bahkan setiap hari kita jumpai kisah-kisah yang penuh dengan pengalaman yang unik, dan semua itu bisa saja jauh dari perkiraan dan rencana kita yang sudah matang. Bahkan sering kita melakukan hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan dulunya, bahkan sering sekali kita melakukan hal-hal tanpa kesadaran; sering sekali bahkan secara suka-rela, sering juga tanpa daya dan terpaksa, hal-hal ini semuanya ada yang bertentangan dengan diri kita, ada yang selaras, ada yang setelah dilakukan menimbulkan sesal, ada yang setelah dilakukan secara terpaksa tetapi kemudian mendatangkan suatu kesenangan tersendiri. Sebenarnya tanpa kesadaran kita, semua ini telah diatur dan tercipta sewaktu kita sendiri mulai tercipta di dunia ini bahkan mungkin sebelumnya. Seperti wayang atau pemain sandiwara kita ini sudah diatur cara bermainnya oleh sang dalang dan sutradaranya, mau tak mau kita harus memainkan peranan kita masing-masing, karena itulah karma-karma kita yang berjalan di bawah kuasa Sang Prakriti.

No comments:

Post a Comment