21. Pengetahuan yang melihat berbagai-ragam kelainan dalam berbagai
makhluk-mahuk, setiap makhluk lain dari yang lainnya, yang
beraneka-ragam pengetahuan itu ketahuilah olehmu sebagai rajasik.
Seseorang yang berpengetahuan rajasik memandang setiap makhluk atau
benda di dunia ini sebagai terpisah-pisah atau berdiri sendiri-sendiri.
Bagi orang semacam ini setiap individu makhluk, atau benda adalah unsur
yang berbeda-beda. Pengetahuan rajasik adalah pengetahuan tentang nama
dan rupa seseorang belaka, bukan pengetahuan tentang Intisari yang
sejati. Ibarat seseorang yang tahu bahwa sesuatu benda disebut tempayan,
tetapi tidak tahu bahwa benda tersebut dibuat dan berasal dari apa.
Ibarat seseorang mengetahui apa itu lampu, tetapi tidak mengenal unsur
cahaya di dalamnya, atau ibarat mengenal yang namanya baju tetapi tidak
tahu unsur apa yang menjadi bahan dasar dari baju tersebut.
Bagi seorang yang berpengetahuan rajasik semuanya nampak berbeda-beda
dan berlainan derajatnya. Bagi orang semacam ini status seseorang dewa,
brahmana atau seekor tikus itu lain, padahal sabda Sang Kreshna semua
yang ada di alam semesta ini berintikan satu unsur yang sama, yaitu Yang
Maha Esa.
22. Pengetahuan yang tergantung pada suatu unsur atau obyek yang
seakan-akan adalah segala-galanya, tanpa mau tahu akan asal-usul unsur
tersebut, tanpa mau menyadari yang realitas, dan berpandangan sempit –
disebut sebagai pengetahuan yang tamasik.
Pengetahuan yang bersifat tamasik adalah pengetahuan yang palsu dan
tak berdasar sama sekali. Orang yang berpengetahuan ini amat sempit
pandangannya. la melihat suatu obyek kecil sebagai sesuatu yang amat
penting dan lalu bergantung kepada obyek tersebut seakan-akan tidak ada
lagi yang lainnya di dunia ini. Misalnya seseorang yang mencintai
seorang wanita cantik dan menganggap wanita tersebut sebagai
segala-galanya di dunia ini, atau seseorang berpikir bahwa keluarganya
adalah di atas segala-galanya di dunia ini, Tuhan lalu dinomorduakan.
Hal semacam ini disebut moha (keterikatan) dan keterikatan ini disebut
pengetahuan yang bersifat tamasik atau gelap.
Hal yang sama berlaku sekiranya seseorang hanya tergantung pada
pesta-pesta pora, makanan atau kenikmatan dan keterikatan duniawi
lainnya, yang memberikannya kenikmatan yang bersifat sementara dan
merasa itulah arti kehidupan dunia. Pengetahuan semacam ini adalah hampa
dan irasional. Pengetahuan tentang Sang Atman adalah pengetahuan yang
sejati. Pengetahuan tentang logika duniawi yang berdasarkan perbedaan
atau diskriminasi adalah rajasik. Sedangkan pengetahuan yang tanpa
dasar, tanpa pengorbanan atau pengertian pada Yang Maha Esa adalah sifat
tamasik.
23. Suatu tindakan yang berdasarkan moral, yang lepas dari
keterikatan, yang dilakukan tanpa mengharapkan suatu pamrih dan yang
dilakukan bukan karena cinta atau benci – tindakan tersebut adalah
sattvik (bersih).
Suatu tindakan, aksi atau perbuatan yang bersih atau yang benar dan
sejati disebut sattvik, yaitu perbuatan yang berdasarkan nilai-nilai
moral, kewajiban dan prikemanusiaan. Pekerjaan seperti bekerja
sehari-hari, mencari nafkah secara jujur demi kehidupan keluarga adalah
pekerjaan yang bersifat sattvik. Seorang ibu yang mengasuh anak-anaknya
dengan baik adalah seorang yang sattvik dan bekerja sattvik.
Pekerjaan-pekerjaan atau perbuatan yang dianjurkan pustaka-pustaka kuno
seperti yagna, tapa dan dana adalah perbuatan sattvik. Berbicara jujur,
menolong yang harus ditolong, memuja Yang Maha Esa adalah perbuatan
sattvik yang harus dilakukan. Dan semua pekerjaan ini harus dilakukan
tanpa mengharapkan kembali sesuatu pamrih atau imbalan dalam bentuk
apapun juga baik dari siapapun maupun dari Yang Maha Esa atau para
dewa-dewa.
Semua pekerjaan ini harus lepas dari rasa ego dan keterikatan, secara
total harus dihayati bahwa yang berbuat ini sebenarnya hanya alat dari
Yang Maha Esa, tidak lebih dan tidak kurang. Setiap pekerjaan harus
dikerjakan lepas dari hawa-nafsu dan dengan tanggung-jawab dan penuh
kewajiban terhadap sesama makhluk dan terutama terhadap Yang Maha Esa,
karena Ialah sumber atau asal-mula kehidupan ini.
24. Tetapi suatu tindakan yang dilakukan secara penuh dengan
ketegangan (stres) oleh seseorang yang ingin memuaskan
keinginan-keinginannya, dan yang berdasarkan kepentingan dirinya –
disebut bersifat rajasik (mementingkan diri pribadi).
Tindakan atau perbuatan rajasik selalu bercirikan kepentingan
pribadi, dan tindakan ini sebenarnya tidak akan menghasilkan suatu
keuntungan spiritual, melainkan akan menghasilkan duka atau penderitaan.
Tindakan-tindakan rajasik ini memperlihatkan tanda-tanda khas seperti:
a. Tindakan-tindakan ini selalu dilakukan secara bergegas secara
menggebu-gebu, dan penuh semangat yang menderu-deru, tetapi diikuti oleh
rasa tegang yang luar biasa atau stres berat dan penghamburan energi
secara sia-sia.
b. Pekerjaan ini dilakukan karena pengaruh karma (nafsu) atau
keinginan-keinginan duniawi untuk mendapatkan kepuasan seksual,
harta-benda, kedudukan, kekuasaan, wanita dan lain sebagainya.
c. Tindakan-tindakan ini dilakukan berdasarkan kepentingan atau kepuasan
pribadi ego, kesombongan pribadi, dan ini semua disebut ahankara.
25. Tindakan yang dilakukan berdasarkan moha (cinta dan keterikatan
duniawi) tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya – yang merugikan dan
melukai yang lain – yang tak memikirkan kemampuan pribadinya – disebut
sebagai tindakan atau perbuatan yang tamasik.
Ciri-ciri perbuatan atau tindakan tamasik adalah:
a. Dikerjakan karena keterikatan akan hal-hal yang sifatnya duniawi dan gelap.
Orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan ini sudah jauh tenggelam dalam kegelapan duniawi.
b. Dilakukan tanpa memikirkan akibat-akibatnya, yang bukan saja dapat
menghancurkan dirinya, tetapi juga orang-orang atau makhluk-makhluk
lainnya. Semua ini dilakukan tanpa pikir panjang karena mabuk kekuasaan,
karena kenikmatan dunia dan lain sebagainya.
c. Dan perbuatan-perbuatan ini dilakukan tanpa melihat atau sadar akan
keterbatasan orang yang melakukan ini, karena jalan pikiran yang sudah
gelap dan buntu. Dan kalau ia gagal, ia akan menempuh segala jalan baik
yang bersifat kekerasan maupun yang gelap, walaupun itu harus dibayar
mahal olehnya.
26. Seseorang yang bertindak lepas dari keterikatan, yang
pembicaraannya jauh dari rasa egois yang penuh dengan tekad yang teguh
dan antusiasme yang tak tergoyahkan oleh sukses atau kegagalan – orang
ini disebut sattvik karta (orang yang benar atau bersih perbuatannya).
Seorang sattvik karta ini benar-benar bertindak sesuai dengan
kewajibannya, menerima semua kehendakNya. Dalam menghadapi sukses atau
kegagalan ia tenang-tenang saja, dalam menghadapi yang jahat dan suci,
yang busuk dan bersih, ia sama saja sikapnya. la maju terus dengan tekad
yang amat teguh, yaitu selalu bertindak tanpa pamrih, hanya demi
kebenaran dan kewajibannya terhadap Yang Maha Esa semata. Orang semacam
ini memiliki beberapa tanda atau ciri khas:
a. la selalu bertindak tanpa pamrih dan keterikatan. la tidak
membutuhkan pujian, jasa, sanjungan, keagungan dan kehormatan duniawi
untuk apa saja yang dilakukannya.
b. la tidak membual akan apa yang dilakukannya. Tak mau ia berkata bahwa
tanpa dia sesuatu hal mustahil terjadi. Setiap patah katanya jauh dari
rasa egoisme atau demi kepentingan diri sendiri.
c. la penuh dengan kesabaran dan semangat yang tinggi. Dalam setiap
halangan ia penuh dengan tekad, berjuang terus dan tidak patah semangat.
d. la memiliki rasa sama, yaitu selalu bersikap sama baik dalam
menghadapi keuntungan maupun kerugian, baik dalam kesenangan maupun
penderitaan. Tak tersentuh ia oleh kemenangan dan tak terganggu oleh
kekalahan, sama dalam sukses maupun kegagalan.
27. Seseorang yang terombang-ambing oleh kepentingan nafsunya, yang
mencari imbalan dari hasil perbuatannya, yang serakah, merugikan yang
lainnya, yang tidak bersih (perbuatannya), yang terombang-ambing oleh
kesenangan dan penderitaan — orang ini disebut seorang rajasik karta.
Seorang rajasik karta mempunyai beberapa tanda dan sifat-sifat tertentu seperti:
a. Ia tenggelam dalam nafsu duniawi beserta segala kenikmatannya. la terikat pada indra-indranya.
b. la selalu memerlukan imbalan untuk setiap perbuatannya. Setiap tindakannya penuh dengan motivasi tertentu.
c. Ia amat serakah.
d. la bersifat brutal, sifatnya ini selalu merugikan, melukai dan menyakiti orang lain, atau pun makhluk-makhluk lain,
e. Dalam setiap sukses dan kemenangan ia cepat gembira, dalam kegagalan dan kekalahan ia cepat putus asa.
28. Seorang yang tak stabil, kasar, keras-kepala, penuh kepalsuan,
beritikad jahat, malas, tak punya harapan, mudah putus-asa, dan selalu
menunda-nunda sesuatu — disebut seorang tamasik.
Seorang tamasik nampak aneh atau eksentrik dan tak berbudaya dalam
tingkah-lakunya. Hati atau pikirannya tidak tertuju pada
tindakan-tindakannya. la juga pandir dan keras kepala. la penuh
tipu-daya dan licik atau penuh dengan kepalsuan. la gemar menunda-nunda
sesuatu dalam tindakan dan perbuatannya, dan sering membatalkan sesuatu
yang akan dikerjakan dengan alasan-alasan tertentu. la mudah putus asa
dan orang dengan sifat-sifat ini bekerja atau bertindak dengan
motif-motif kejahatan dan berdasarkan pengaruh jahat dan iblis. la bisa
saja berwajah meyakinkan dan hidup mewah dan necis, tetapi secara
kejiwaan ia tak berbudaya dan memiliki semua karakter tamasik di dalam
dirinya.
29. Dengarkanlah olehmu, oh Arjuna, diterangkan secara lengkap dan
berulang-ulang, ketiga bagian, yang didasarkan pada ketiga guna
(sifat-sifat) dari buddhi (intelektual) dan dhriti (kebulatan tekad).
Ada tiga macam atau jenis buddhi (intelektualitas atau kesadaran
manusia). Dan juga ada tiga jenis sifat dari dhriti, yaitu tekad atau
suatu keputusan tetap yang diambil seseorang berdasarkan kadar
intelektualitasnya, atau kadar kesadaran dan pengertiannya.
Buddhi dan dhriti ini sangat dekat dengan setiap tindakan yang kita
ambil. Buddhi menganalisa apa yang harus dilaksanakan seseorang dalam
setiap aksi, sedangkan dhriti memutuskan dan menyelesaikan suatu aksi
atau tindakan sehingga selesailah atau tuntaslah perbuatan tersebut.
Buddhi dengan kata lain adalah suatu kekuatan yang dapat membedakan
antara yang baik dan buruk, yang salah dengan yang benar. Sering sekali
kita manusia memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk ditunjukkan jalan yang
benar dalam menghadapi rintangan-rintangan di depan kita. Yang memohon
ini sebenarnya adalah suatu faktor pengertian atau kesadaran, dan ini
disebut buddhi (intelektualitas). Tindakan selanjutnya berdasarkan
pengertian tersebut adalah yang didasarkan pada kebulatan tekad atau
suatu keputusan yang tuntas, dan ini secara keseluruhan disebut dhriti.
30. Buddhi yang menyadari akan pravritti (tindakan yang benar) dan
nivritti (tindakan yang tidak harus dilakukan) – apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, apa yang harus ditakuti
dan apa yang tidak harus ditakuti, perbuatan dan pekerjaan apa yang
mengikat dan apa yang membebaskan – pengertian (buddhi) tersebut, oh
Arjuna, adalah sattvik (suet dan bersih).
Sloka di atas jelas sekali pengertiannya dan kita manusia seharusnya
tahu akan apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus kita jauhi dan
cegah. Siapakah sebenarnya yang harus ditakuti dalam hidup ini dan siapa
pula yang harus kita lawan dan hadapi. Lebih dari itu pengertian atau
kesadaran yang bersih akan memberikan pengetahuan akan apa yang mengikat
secara duniawi dan apa saja yang akan melepaskan kita dari lingkaran
penderitaan dan karma kita.
No comments:
Post a Comment